Saturday 19 December 2009

Di Tolong Harimau

Amir bin Qais – semoga allah merahmatinya – mendatangi seorang wali.
“Tolong aku didoakan…”
“He, kamu minta tolong pada orang yang lebih lemah daripada kamu? Taatlah pada Allah dan berpegang teguhlah padaNya, Allah bakal memberikan kepadamu apa yang diminta oleh para hambaNya.”
Lalu sang wali itu tiba-tiba diam sejenak dan berbicara tentang firman Allah kepada Nabi Musa as:
“Jika kamu ingin menjadi pemimpin di dunia, dan menjadi pangeran di tempat yang luhur, maka pasrah totallah dirimu pada urusanKu, rela terhadap aturan hukumKu…”

Dalam kisah ini Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Aku sangat malu untuk mengatakan, “Aku berpegang teguh pada Allah. Karena orang yang berpegang teguh pada Allah itu tidak pernah takut kepada selain Allah, tidak pernah berharap selain Allah. Hatinya putus hubungan dengan dunia dan akhirat….”

Seorang yang saleh tiba-tiba kejebur sumur di tengah padang gersang. Tak ada yang menolongnya. Walau pun ia berteriak kesana kemari. Tiba-tiba ada suara, “Apakah anda minta tolong selain padaKu? Sedangkan Akulah penolong orang yang minta bantuan pertolongan?”
Orang saleh itu terdiam seribu bahasa. Tiba-tiba datanglah serombongan orang mendatangi sumur itu. Bukannya menolong dia, tetapi malah menutup sumur tersebut, agar tidak ada orang yang kejebur sumur tadi.

Orang saleh tadi putus asa. Karena bibir sumur itu tertutup. Tentu suaranya tidak didengar siapa pun. Ia pun putus harapan dari minta pertolongan pada makhluk. Lalu orang itu bermunajat kepada Allah.
“Oh Tuhanku, sekarang tak ada lagi selain DiriMu. Sedang aku sangat butuh kepadaMu….”

Kemudian Allah mengutus harimau, yang muncul dan mencoba membuka tutup sumur itu. Gilanya, si harimau malah turun ke arah sumur itu, dan mencengkeram orang itu dan dientaskan sampai ke atas sumur. Lalu ada suara dari atas kepala harimau.
“Hai kamu jangan putus asa hatimu dari yang menolongmu, dari kehancuran demi kehancuranmu….”
Orang tersebut lalu memohon ampun kepada Allah Azza wa-Jalla atas rasa putus asanya.

sufinews

Hal-hal yang Luar Biasa

“Bagaimana hal-hal biasa bisa ditundukkan padamu? Sedangkan anda tidak pernah menundukkan kebiasaan nafsumu?”
Ada ha-hal luar biasa yang biasanya muncul pada para Sufi yang kelak disebut sebagai karomah. Tentu hal yang luar biasa

itu tidak akan pernah muncul selama manusia tidak pernah menundukkan dirinya sendiri, dan karenanya hal-hal biasa juga tak pernah tertundukkan.


Hal yang luar biasa itu justru terletak pada keberanian seseorang untuk mengeluarkan dirinya dari dirinya, sebagaimana pandangan para Sufi, “Hakikatmu adalah keluarmu dari dirimu.” Maksudnya kita bisa mengeluarkan hasrat nafsu kita dari diri kita.

Hikmah Ibnu Athaillah ini menyembunyikan rahasia, bahwa hakikat Karomah itu justru pada Istiqomah, dimana istiqomah tersebut tidak bisa diraih sepanjang manusia masih senang dan terkukung oleh kesenangan dan kebiasaan nafsunya.
Karena nafsu adalah hijab, dan wujud nafsu itu adalah rasa “aku” dalam diri kita sendiri.
Seorang Sufi ditanya, “Bagaimana anda sampai mencapai tahap luhur ini?”
“Aku bertauhid dengan tauhid paling utama, dan aku berbakti sebagaimana baktinya budak, serta aku taat kepada Allah swt atas perintahNya, apa yang dilarangNya. Maka setiap aku memohon, Dia selalu memberinya.”


Dalam suatu Isyarat, Allah swt, berfirman: “HambaKu, Akulah yang berkata pada sesuatu Kun Fayakuun”. Maka taatlah kepadaKu, maka engkau pun berkata pada sesuatu “Jadilah! Maka bakal terjadi!”.
Dalam hadits shahih, Allah swt berfirman, “Tak ada orang yang mendekat kepadaKu sebagaimana dekatnya orang yang menunaikan apa yang Aku fardhukan kepada mereka, dan senantiasa hambaKu berdekat padaKu dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya. Maka bila Aku mencintainya, jadilah Aku sebagai Pendengaran baginya, menjadi Mata, Tangan dan Penguat
baginya. Maka bila ia meminta padaKu, Aku pasti memberinya, dan bila ia meminta perlindungan padaKu, Aku pasti melindunginya….”

Menembus batas kebiasaan diri seorang hamba, berarti haruslah punya keberanian untuk menyadari kefanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Karena itu, doktrin, “Aku bisa, aku mampu, aku hebat, aku kuat, aku berdaya…dsb…” Apalagi disertai dengan kata-kata, “Dariku, denganku, untukku, demiku, bagiku, bersandar aku…dsb,” justru semakin mempertebal lapisan hijab demi hijab antara hamba dengan Allah swt.
Orang yang meraih karomah, pasti sirna dari keakuannya. Orang yang mendapatkan hal-hal luar biasa, justru fana’ seluruh egonya. Dan sebaliknya jika kesirnaan aku dan egonya tidak terjadi, maka hal-hal yang luar biasa tidak lebih dari Istidroj yang melemparkan dirinya dari Allah Ta’ala.

sufinews

Monday 14 December 2009

Crossroads of Sufi Islam, Past and Present New York Times Report

Rata PenuhTarim, Yaman - lembah kering terpencil ini, dengan tebing menjulang tinggi dan rumah-rumah kuno dari lumpur bata , mungkin paling dikenal orang luar negri sebagai tempat lahirnya ayah dari Osama bin Laden . Kebanyakan laporan tentang kota yaman di Barat merujuk pada berita yang tidak menyenangkan itu sebagai "tanah air nenek moyang" dari pemimpin Al-Qaeda, yang seakan-akan menunjukkan pembunuhan ideologi telah dibentuk di sini.

Namun pada kenyataannya, Tarim dan sekitarnya adalah pusat sejarah tasawuf, untaian mistik dalam Islam. Sekolah agama setempat, Dar al-Mustafa, adalah tempat multikultural yang penuh dengan mahasiswa dari Indonesia dan California yang berjalan-jalan di sekitar kampus kecil mengenakan kupluk putih dan selendang berwarna-warni.
"Kenyataannya adalah bahwa Osama bin Laden tidak pernah ke Yaman," kata sufi Syaikh Habib Omar Bin Hafeez, direktur yang dihormati di pesantren Dar al-Mustafa, saat ia duduk di lantai di rumahnya makan malam dengan sekelompok siswa. "menurutnya tidak ada hubungannya dengan tempat ini."

Akhir-akhir ini, Al-Qaeda telah menemukan tempat perlindungan baru di sini dan melakukan sejumlah serangan. Tapi kelompok sufi, Habib Omar mengatakan, mereka tidak berasal dari sini. Sebagian besar kelompok pengikut mereka telah tinggal di Arab Saudi - seperti Bin Laden - dan mereka itu di sana, atau di Afghanistan atau Pakistan, mereka mengadopsi Wahhabi dan pola pikir jihad.

Habib Omar ditetapkan 16 tahun lalu untuk mengembalikan warisan agama kuno Tarim. Ini adalah warisan yang luar biasa untuk sebuah tanah yang gersang, kota yang jauh di sudut tenggara Jazirah Arab.


Sekitar 800 tahun yang lalu, para pedagang dari Tarim dan bagian-bagian lain Hadramaut, sebagai wilayah yang lebih luas diketahui, mulai berjalan menyusuri pantai ke Laut Arab dan selanjutnya dengan perahu ke Indonesia, Malaysia dan India. Mereka membawa agama mereka dengan mereka. Sembilan khususnya laki-laki yang saleh, kini dikenang sebagai " sembilan sufi orang-orang suci atau wali songo," Habib Omar berkata, karena keberhasilan mereka dalam menyebarkan Islam di seluruh Asia.

"Ini kota, dengan seribu tahun tradisi, adalah pensyiar utama yang menyebabkan 40 persen di dunia Muslim menjadi muslim," kata John Rhodus, 32 tahun dari Arizonan yang telah belajar di Dar al-Mustafa off sejak tahun 2000. tradisi sufi di tarim juga tampaknya telah membantu membentuk Islam yang moderat dan relatif banyak dipraktikkan di Asia Selatan.

pedagang Hadrami terkenal luar biasa,berani dan memiliki jaringan yang sukses hingga memasuki abad ke-20. Beberapa mencari keberuntungan mereka di Arab Saudi - termasuk Muhammad bin Laden, ayah Osama, yang menjadi raja konstruksi - dan tinggal di sana. Beberapa yang lain kembali ke rumah dan membangun istana-istana flamboyan sebagai monumen untuk keberhasilan mereka. Puluhan istana tetap, dalam berbagai gaya - Mogul, modernis, kolonial Inggris - yang kontras aneh dengan memakai bata lumpur untuk rumah dan masjidnya

Sebagian besar pedagang melarikan diri setelah junta Komunis merebut kekuasaan setelah penarikan Inggris dari Yaman selatan pada tahun 1967. Sekarang mereka ditinggalkan dan istana yang tertinggal, terlalu besar bahkan bagi negara untuk menjaganya di negara miskin ini.
perkembangan Komunis berlangsung pada tahun 1990 sampai saatnya yaman Utara dan Yaman Selatan bersatu , bahkan lebih buruk bagi mereka yang menolak untuk menerima pemerintah baru diterapkan dengan sekularisme.
"Beberapa ulama disiksa, yang lain dibunuh," kata Habib Omar. "Beberapa diikat ke bagian belakang mobil dan didorong melalui jalan-jalan sampai mereka mati." Ayah Habib Omar , yang pernah menjadi guru agama terkenal di Tarim juga diculik dan dibunuh.
Pada tahun 1993, habib Omar mulai mengajar di pesantren agama di rumahnya. Tiga tahun kemudian, ia pindah ke lantai dua gedung sekolah putih, dengan sebuah masjid. Sekarang ada sekitar 700 siswa, setidaknya setengah dari mereka orang Asia Selatan, dengan meningkatnya jumlah orang Amerika dan ingris.

Sebagian besar mahasiswa adalah berusia antara 18 dan 25. Mereka biasanya menghabiskan empat tahun belajar di sini sebelum kembali ke rumah mereka. habib Omar mendorong mereka untuk mengejar karir dan menyebarkan agaman dan menjadi ulama.

Akan tetapi, perkembangan selanjutnya tumbuh sekolah yang lebih militan yaitu Islam Wahhabi yang memperoleh pengikut di seluruh wilayah. Arab Saudi memberikan pembiayaan untuk kelompok Salafi yang ultrakonservatif dalam upaya untuk menopang pengaruhnya di sini.
Pada tahun 1991 Raja Saudi marah karena dukungan dukungan publik Yaman untuk Saddam Hussein, satu juta pekerja Yaman tiba-tiba dikirim pulang , banyak di antaranya telah tinggal di Arab Saudi selama puluhan tahun.

Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh, menampung orang2 Saudi dan menyambut banyak pelaku jihad Arab yang telah berjuang di Afghanistan. Kemudian, ia merekrut para pelaku jihad untuk melawan musuh-musuh politiknya dinegaranya, menimbulkan utang politik yang rumit upayanya untuk memerangi Al-Qaeda.

Beberapa mantan pejuang kembali di Hadramaut. Dua tahun yang lalu, salah satu dari komandan regional Al-Qaeda dibunuh, bersama dengan dua letnan, dalam tembak menembak sengit dengan militer Yaman hanya beberapa blok dari pesantren Dar al-Mustafa.
Dan di bulan Maret seorang pembom bunuh diri mengenakan sabuk bom yang menewaskan empat wisatawan warga Korea dan seorang pemandu di kota dekat Shibam.
Al-Qaeda cabang Arab mengaku bertanggung jawab. .
Beberapa siswa di Dar al-Mustafa mengatakan ada kekhawatiran tentang kemungkinan konflik dengan garis keras Wahhabi di Hadramawt, meskipun sekolah itu sendiri tidak pernah diserang atau terancam.

Pada tur di Tarim, salah satu guru sekolah, Abdullah Ali, menunjukkan ke rumah di mana para pemimpin-Qaeda telah terbunuh. Mereka telah berada di sana selama beberapa waktu, dia berkata, mereka melarikan diri pengawasan dan menyamarkan sebagai perempuan dengan jubah hitam tebal. Terdapat bahan peledak dan senjata ditemukan di dalam rumahnya,

Habib Omar Bin Hafeez diakui, melakukan pendekatan yang lebih lembut terhadap musuh Islam di Hadramawt.

"Ada perbedaan," katanya. "Tapi kami menemukan cara yang tepat untuk berurusan dengan orang-orang ini adalah untuk mengingatkan mereka tentang prinsip-prinsip Islam, tidak berbicara buruk tentang mereka.

ROBERT F. WORTH
Sumber : New York Times Report

Ihsan

Karena rahmat Allah itu sungguh dekat kepada orang-orang yang baik (muhsinîn) (Q.S. al-A’râf [7]: 56).

Siapa pun yang menyerahkan dirinya kepada Allah sepenuhnya dan ia dalam keadaan ihsân ……… kepada Allahlah segala sesuatu akan kembali (31:21)


Ayat-ayat tentang keadaan ihsân ini begitu banyak, tetapi beberapa ayat yang telah dikutip sudah mencukupi sebagai bukti. Makna dari ihsân, sebagaimana Nabi saw. mendefinisikannya, adalah beribadah dengan penuh kerendahan hati dan kehadiran hati (khudhû’ dan khusyu’) seolah-olah kita sedang melihat Allah dan sadar bahwa Dia melihat kita.
Al-Jurjani (w. 816H), dalam Kitâb al-Ta`rîfât-nya mengatakan:
Al-Ihsân: kata benda verbal (mashdar) yang menunjuk pada apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dengan cara yang sebaik-baiknya. Dalam syariah, kata ini berarti beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat Dia, dan apabila kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat kamu. Makna ini merupakan pencapaian sejati dari ibadah seorang hamba yang didasarkan pada penyaksian hakikat ketuhanan dengan cahaya penglihatan spiritual (al-tahaqquq bi al-`ubûdiyyah `alâ musyâhadati hadhrat al-rubûbiyyat bi nûr al-bashîrah). Yakni: penyaksian Allah sebagaimana Dia digambarkan dengan sifat-sifat-Nya dan melalui sifat-sifat-Nya itulah seseorang akan menyaksikan-Nya dengan keyakinan, bukan secara maknawi (fa huwa yarâhu yaqînan walâ yarâhu haqîqatan). Itulah sebabnya mengapa Nabi saw. mengatakan, “Seolah-olah kamu sedang melihatnya,” karena seseorang menyaksikan-Nya dari balik hijab sifat-sifat-Nya.3

Dalam kamus, kata ihsân dan kata bentukannya memiliki beberapa makna berikut:
Hasuna: “menjadi, tampak, menjadikan sempurna, indah, bagus”
Ihsânan: “(berbuat secara) sempurna”
Ahsana: “ia melakukan suatu kebaikan yang besar”
Ihsân: “kebaikan”
Husnâ: “hadiah” atau “balasan baik”
Hasan: “sempurna, indah, bagus”
Hisânun: “sesuatu yang indah sempurna”

“Menjadi indah” dalam makna yang pertama berarti menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik, untuk memperelok diri secara batin dan lahir. Apabila digunakan sebagai kata sifat, maka kata ini berarti kebaikan sebagai suatu ciri atau sikap batin dan juga kesabaran atau ketenangan.

Mulai sekarang akan semakin jelaslah bahwa keadaan ihsân yang disebutkan di dalam Alquran itu merupakan suatu keadaan yang sangat tinggi, yang ditunjukkan oleh malaikat Jibril sebagai bagian hakiki dari agama, dan dia meletakkannya pada tingkatan yang sama dengan keadaan islam (ketundukkan) dan iman (kepercayaan). Agama terdiri dari tiga keadaan: islam, iman dan ihsan, yang masing-masing memiliki definisinya sendiri-sendiri. Itulah sebabnya, mengapa di dalam Alquran hal ini disebutkan pada banyak sekali tempat, dan mengapa Nabi saw., ketika ditanya oleh Jibril mengenai ihsan, memberikan penekanan yang sama pentingnya dengan islam dan iman.

Karena sesungguhnya Allah itu bersama orang-orang yang taqwa dan orang-orang yang baik (Q.S. al-Isrâ’ [16]: 128)

Adakah lagi balasan bagi kebaikan (ihsan) selain dari Kebaikan? (Q.S. al-Rahmân [55]: 60)

Dan Ia membalas mereka yang berbuat baik dengan apa yang lebih baik (53:31)

Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat baik (ihsân), dan memberi kepada kerabat, dan Ia melarang perbuatan keji dan buruk dan berlaku zalim; Ia mengajari kalian agar kalian menjadi ingat. (Q.S. al-Isrâ’ [16]: 90)

Tidak, siapa saja yang menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah dan ia seorang yang muhsin (yang melakukan ihsân), ia mendapatkan balasannya di sisi Tuhannya, kepada mereka tidak ada rasa takut juga mereka tidak akan bersedih (Q.S. al-Baqarah [2]: 112).

Siapa pun yang menyerahkan dirinya kepada Allah sepenuhnya dan ia dalam keadaan ihsân ……… kepada Allahlah segala sesuatu akan kembali (31:21)

Siapa lagi yang dapat lebih baik dalam agama daripada orang berserah diri kepada Allah sepenuh dirinya dan melakukan kebaikan dengan cara yang Allah sukai … (4:125)

Inilah makna dari keseluruhan ilmu tasawuf. Mereka yang menentangnya, silakan saja mengubah istilah ini apabila sesuai dengan keinginannya, karena istilah apa pun tidak akan mengubah sifat dasar atau hakikat fundamental dari sesuatu. Sebagaimana peribahasa mengatakan, “bunga ros dengan nama lain apa pun akan tetap harum baunya.”[]

Catatan:
1. Ibnu Qayyîm, Raudhat al-Muhibbîn wa Nuzhat al-Musytâqîn, (Beirut: Dar al-kutub al-‘ilmiyyah, 1983) h.406-409.
2. Pandangan al-Ghazâlî disebutkan di dalam The Reliance of the Traveller, h.12. Untuk Suyuti, lihat di bawah, Bab 4: Perkataan dan Tulisan Para Imam dan Ulama.
3. Al-Syarîf ‘Alî Ibn Muhammad al-Jurjani, Kitâb al-ta`rîfât (Beirut: Dar al-kutub al-ilmiyyah, 1408/1988) h. 12

Sufi Road

Tiga Hal Untuk Merasakan Lezatnya Iman


ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانِ أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّنْ سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي اْلكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ.

( صحيح البخاري )

" Tiga hal , yang barangsiapa ada padanya maka ia akan merasakan lezatnya iman , yaitu ia mencintai Allah dan RasulNya lebih dari yang lainnya , dan ia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah , dan membenci kembali pada kekufuran sebagaimana ia sangat tidak ingin dilemparkan ke api neraka "