Thursday 29 December 2011

At - Thoyyibah

They lie on the table side by side

The Holy Quran and the T.V. Guide.

One is well worn and cherished with pride.

Not the Quran, but the T.V. Guide.

One is used daily to help folks decide.

Not the Quran, but the T.V. Guide.

As the pages are turned, what shall they see?

Oh, what does it matter, turn on the T.V.

So they open the book in which they confide.

No, not the Quran, but the T.V. Guide.

The Word of Allah is seldom read.

Maybe a verse before they fall into bed.

Exhausted and sleepy and tired as can be.

Not from reading the Quran, from watching T.V.

So then back to the table side by side,

Lie the Holy Quran and the T.V. Guide.

No time for prayer, no time for the Word,

The plan of Istiqama is seldom heard.

But forgiveness of sin, so full and free,

Is found in the Quran, not on T.V.

Take 60 seconds & give this a shot! Let's just see

if Satan stops this one.

All you do is -

1) say:

A- Subhan Allah

B- Alhamdolila

C- Allaho Akbar

D- La ilaha ila Allah Mohammed rasool Allah

E- Allahoma sali aala sayidna Mohammed wa ala alihi

Wasahbihi wasal'um

Wednesday 28 December 2011

Tujuh Golongan Yang Dinaungi Allah SWT di Hari Kiamat

قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ، فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ، الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ، اجْتَمَعَا عَلَيْهِ، وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ، وَجَمَالٍ، فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى، حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.

(صحيح البخاري)

Sabda Rasulullah saw : “Tujuh Golongan yg dinaungi Allah dihari kiamat yg tiada tempat berteduh selain yg diizinkan Nya swt, Pemimpin yg Adil, dan pemuda yg tumbuh dengan beribadah pd Tuhannya, dan orang yg mencintai masjid masjid, dan dua orang yg saling menyayangi karena Allah, bersatu karena Allah dan berpisah karena Allah, dan orang yg diajak berbuat hina oleh wanita cantik dan kaya namun ia berkata : Aku Takut pd Allah, dan pria yg sedekah dg sembunyi2, dan orang yg ketika mengingat Allah dalam kesendirian berlinang airmatanya” (Shahih Bukhari)

Siapakah Khidhir?



Ketika kita membaca kisah-kisah para wali, kita sering mendengar sosok yang bernama Khidhir. Sebenarnya siapakah beliau, apakah beliau masih hidup hingga sekarang atau sudah meninggal?

Al-Qur'an mengisahkan tentang seorang hamba Allah SWT pada masa Nabi Musa AS yang mempunyai derajat sangat tinggi di sisi-Nya. Kisah itu disebutkan dalam surat al-Kahfi, ayat 65: "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." Para ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hamba pada ayat tersebut ialah Khidhir AS. Kemudian yang dimaksud dengan rahmat ialah wahyu dan kenabian. Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu, ialah ilmu tentang hal-hal yang ghaib. Hadits-hadits Nabi SAW juga menceritakan seorang hamba yang shalih ini.[1] Menurut Imam Nawawi kita boleh menyebut Khadhir (dengan membaca fathah kha' dan kasrah dlad), Khidhr (dengan membaca kasrah kha' dan dlad yang dibaca sukun) atau Khadhr (dengan membaca fathah kha' dan dlad yang dibaca sukun).[2] Namun nampaknya masyarakat kita lebih akrab menyebutnya Khidhr atau Khidhir. Maka dari itu, dalam tulisan ini kami menggunakan sebutan yang terakhir ini.

al-Imam Kamaluddin al-Damiri (w. 808 H) dalam ensiklopedinya yang berjudul Hayat al-Hayawan al-Kubra menuturkan tentang perbedaan para ulama mengenai nama Khidhir. Namun menurut pendapat yang ashah, sebagaimana dinukil dari para ahli sejarah dan juga dari Nabi SAW, sebagaimana yang kutip oleh Imam al-Baghawi dan ulama lainnya berpendapat bahwa nama nabi Khidhir adalah Balya. Sedangkan ayahnya bernama Malkan. Nabi Khidhir termasuk keturunan Bani Israil dan masih keturunan para raja. Beliau lari dari kerajaan, kemudian pergi dan menyibukkan diri dalam ibadah.

Para ulama berselisih pendapat tentang apakah sampai sekarang Nabi Khidhir masih hidup ataupun sudah meninggal. Imam nawawi dan mayoritas ulama berpendapat bahwa beliau masih hidup dan berada di tengah-tengah kita sekarang. Pendapat ini disepakati oleh para tokoh sufiyah dan para ahli makrifat. Kabar yang mengisahkan tentang seseorang yang dapat berjumpa dan berkumpul dengan Nabi Khidhir sangat banyak. Al-Syeikh Abu 'Amr bin Shalah mengatakan bahwa nabi Khidhir masih hidup menurut mayoritas ulama, shalihin dan orang-orang awam pada umumnya. Hanya saja ada sebagian ahli hadits yang mengingkari terhadap kehidupan Nabi Khidhir ini.

Sementara itu Imam al-Hasan berpendapat bahwa Nabi Khidhir telah meninggal. Imam Ibnu al-Manawi mengatakan bahwa tidak ada hadits yang menetapkan tentang hidupnya Nabi Khidhir AS. Menurut Imam Abi Bakar bin al-Arabi, beliau telah meninggal sebelum tahun seratus. Pendapat ini mendekati jawaban Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari ketika beliau ditanya tentang Khaidhir dan Ilyas, apakah keduanya masih hidup? Maka beliau menjawab: "Bagaimana bisa demikian (masih hidup), Rasulullah SAW telah bersabda: "Tidak ada seorangpun yang masih hidup pada hari ini seratus tahun lagi." Pendapat yang benar adalah beliau masih hidup.

Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi Khidhir bernah berkumpul dengan Rasulullah SAW, mengunjungi keluarga beliau, dan mereka memandikan Nabi SAW ketika wafat. Riwayat-riwayat yang menceritakan hal itu berasal dari jalur-jalur yang shahih. Dalam tafsirnya, Imam al-Qurthubi juga membenarkan tentang hidupnya Nabi Khidhir AS.[3]

Lebih lanjut al-Imam al-Nawawi dalam kitabnya Tahdzib al-Asma' yang menukil pendapat Wahb bin Munabbih menuturkan, bahwa nama Khidhir sebenarnya merupakan laqab (julukan), sedangkan nama asli beliau adalah Balya bin Malkan bin Faligh bin 'Abir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh. Para ulama berbeda pendapat tetang alasan mengapa beliau disebut Khidhir. Mayoritas ulama mengatakan bahwa beliau disebut Khidhir karena sesungguhnya ketika beliau duduk di atas permukaan tanah yang kering (menurut pendapat lain rerumputan kering), maka dari permukaan tanah itu tumbuh rerumputan yang berwarna hijau. Pendapat ini di dasarkan pada sabda Nabi SAW: "Dinamakan Khidhir karena ia duduk di atas tanah yang kering, kemudian dari bawah tanah itu tumbuh rerumputan yang hijau." [H.R. Bukhari, no. 3221]. Menurut pendapat yang dinukil dari Imam Mujahid mengatakan, karena ketika beliau shalat, disekitar beliau menjadi hijau (muncul tumbuh-tumbuhan).[4] Sedangkan menurut Imam al-Khuthabi, beliau dinamakan Khidhir karena ketampanannya dan wajahnya yang bersinar.[5]

Nabi Khidhir mempunyai kuniyah Abu al-Abbas dan merupakan sahabat Nabi Musa AS. Allah SWT telah memuji sosok Khidhir ini melalui firman-Nya: "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." [Q.S. al-Kahfi: 65]. Kemudian pada ayat-ayat berikutnya Allah SWT menceritakan keajaiban-keajaiban yang dimiliki oleh Nabi Khidhir AS.

Para ulama juga berbeda pendapat mengenai Khidhir, apakan ia seorang nabi atau seorang wali. Imam al-Qusyairi dan para ulama yang lain mengatakan bahwa Khidhir adalah seorang wali. Sementara itu sebagian ulama mengatakan bahwa Khidhir adalah seorang nabi. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam al-Nawawi. Imam al-Maziri mengatakan bahwa mayoritas ulama berpendapat Khidhir adalah seorang nabi. Ada pendapat lain yang mengatakan beliau adalah seorang malaikat, namun pendapat ini oleh para ulama dinilai sebagai pendapat yang gharib (asing), lemah dan bathil.[6] Para ulama yang berpendapat bahwa beliau seorang nabi, juga masih berbeda pendapat, apakah beliau diutus untuk umat manusia atau tidak? Yang jelas mengenai nama, kehidupan dan kenabian Khidhir AS terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Keterangan yang pasti dalam al-Qur'an mengatakan bahwa Khidhir adalah salah seorang hamba Allah SWT yang dikaruniai rahmat dan ilmu dari sisi-Nya. Penyebutan hamba pada ayat tersebut bisa berarti beliau seorang nabi ataupun seorang laki-laki yang shalih (wali). Keterangan yang pasti dalam hadits menyebutkan bahwa hamba itu bernama Khaidhir. Sementara itu dalam al-Qur'an maupun al-Hadits tidak ada keterangan yang jelas mengenai keberadaan Khidhir, apakah beliau telah meninggal, masih hidup hingga sekarang, bertemu dengan para nabi dan para wali atau beliau mengucapkan salam pada sebagian orang, kemudian mereka menjawab salamnya? Semua itu tidak ada dalil yang dapat digunakan sebagai pijakan secara pasti.[7]

Namun setidaknya kita lebih tenang dan yakin dengan berita-berita yang disampaikan oleh para wali Allah tentang hidupnya Nabi Khidhir, mengunjungi mereka dan mengucapkan salam kepada mereka. Wallahu a'lam.


[1] Syeikh Athiyah Shaqar dalam Fatawa al-Azhar, 10/425.

[2] Al-Nawawi, Tahdzib al-Asma' wa al-Lughat, 1/237.

[3] Syeikh Athiyah Shaqar dalam Fatawa al-Azhar, 10/425.

[4] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, 6/433.

[5] Badruddin al-Aini, Umdat al-Qari, 3/30.

[6] Al-Nawawi, Tahdzib al-Asma' wa al-Lughat, 1/237-239.

[7] Ibid.

Doa Hambah

Sebelum kain kafan melilit ditubuhku
Pungkasilah umurku dengan menyebut asma-Mu....

Jadikan liang lahadku seindah taman syurgawi
Tiada kesusahan dan kesedihan...

Tempatkanlah aku di dalam surga-Mu yang Mulia
di sisi kekasih-Mu yang terpilih...

Shalawat dan Salam semoga selalu tercurah kepadanya
Istri-istri, Shahabat dan orang-orang yang mengikutinya...


Monday 14 March 2011

Side by Side

They lie on the table side by side

The Holy Quran and the T.V. Guide.

One is well worn and cherished with pride.

Not the Quran, but the T.V. Guide.

One is used daily to help folks decide.

Not the Quran, but the T.V. Guide.

As the pages are turned, what shall they see?

Oh, what does it matter, turn on the T.V.

So they open the book in which they confide.

No, not the Quran, but the T.V. Guide.

The Word of Allah is seldom read.

Maybe a verse before they fall into bed.

Exhausted and sleepy and tired as can be.

Not from reading the Quran, from watching T.V.

So then back to the table side by side,

Lie the Holy Quran and the T.V. Guide.

No time for prayer, no time for the Word,

The plan of Istiqama is seldom heard.

But forgiveness of sin, so full and free,

Is found in the Quran, not on T.V.

Take 60 seconds & give this a shot! Let's just see

if Satan stops this one.

All you do is -

1) say:

A- Subhan Allah

B- Alhamdolila

C- Allaho Akbar

D- La ilaha ila Allah Mohammed rasool Allah

E- Allahoma sali aala sayidna Mohammed wa ala alihi

Wasahbihi wasallam.

Monday 28 February 2011

Ganja dan Sufi

Asmat, baru saja bertobat. Ia mulai menyadari masa lalunya dengan narkoba menyesatkan dirinya. Ketika mulai masuk dunia Sufi, Asmat justru kembali ke narkoba lagi. “Kamu kok begitu sih Mat? ”tegur kawannya, Darwis.
“Saya lakukan eksperimen, siapa tahu saya berdzikir sambil mengganja, tambah uueeenak, melayang dzikirku…”
“Kamu memang sudah edan makan semir Mat…”
“Coba Wis, kamu coba. Nganja sambil dzikir pasti enak tenan…”
Darwis nggak habis pikir pandangan Asmat yang kontroversial ini.
“Kamu sudah ghurur Mat. Kamu terkena tipudaya…?”
“Bagaimana kamu bilang begitu. Kan banyak orang berdzikir yang dicari nikmatnya dzikir, bahkan kalau perlu bisa nangis-nangis segala…”
“Lhahadala…Itu to yang membuatmu begitu…”
“Jelaskan?”

“Dzikir itu tujuannya agar bertemu Allah, Musyahadah kepada Allah, hadir di depan Allah. Bukan mencari nikmatnya dzikir atau…. Bisa-bisa kamu melayang nggak karuan campur syetan nanti…”
“Campur syetan bagaimana Wis?”
“Kamu nge-ganja, pasti kamu mengkhayal. Sedangkan hatimu tidak ingin sama sekali bersenang-senang dengan kenikmatan khalamu, hatimu hanya sedang mengingat Allah, bagaimana bisa nyampe pada Allah, kalau yang kau unggulkan, kau senangi selera nafsumu?”
Asmat bengong lagi….

“Sudah begini saja, teruskan nge-ganjamu. Apa kamu nanti bisa bertemu Allah atau bertemu syetan…Coba! Nanti kalau kamu dicabut nyawamu saat kamu nge-ganja sambil dzikir, kamu husnul khotimah apa su’ul khotimah, saya nggak mau ikut-ikut akh…”
Asmat lalu menyedot sekuat-kuatnya ganja yang di tangannya. Semakin lama ia mengkhayal semakin bergentar jantungnya, semakin gelisah dan gundah jiwanya. Diam-diam ia bisa membedakan mana hasrat nafsu dibalik ibadah, hasrat nafsu dengan kemanjaan dan khayalan, dan hasrat hati yang sesungguhnya.
“Wiisss…! Darwiiiiiiiisss! Kamu dimana Wis!...”
Asmat berteriak sekencang-kencangnya.
“Aku sejak tadi disini Mat. Di dekatmu….”
Asmat terkejut dan mulai menangis sesenggukan.

Maulid yang Bercahaya

Maulid Nabi saw, terus diperingati. Semangat cinta pada Sang Nabi saw, tak lekang oleh krisis dan situasi, tak surut oleh godaan orang yang membid’ahkan maulid, tak retak oleh keragaman orang yang merayakannya.
Namun cinta kepada Nabi, adalah cinta kepada Allah swt.

Membuktikan cinta itu haruslah mengikuti jejak Nabi, baik secara lahir, secara batin maupun sampai jati diri rahasia batin. Bahkan kita masuki cahaya Nabi, kita menjadi cermin dari cahayanya, sekadar pantulan cahaya agungnya, agar kita benar-benar bergabung dengan Nabi kita. Makanya gemuruh sholawat dan salam kepadanya, beratus-ratus, beribu-ribu, bahkan bersama bermilyar bibir yang bergetar dengan sholawat. Allah, para Malaikat dan mereka yang beriman.

Siapa pun di dunia ini tak berhak menghalangi cinta kepadanya. Siapa pun tak berhak melarang mencintainya. Apa pun alasannya.Karena itu esensi Maulid bukan sekadar perayaan, apalagi bertakjub riya dengan hingar bingarnya. Esensinya pada peneladanan jejaknya, dan segalanya akan menjadi ringan jika harapannya hanyalah Allah, hari akhir dan dzikir.

Jangan biarkan Maulid demi Maulid berlalu tanpa makna, tanpa perubahan diri menuju lebih dekat kepadaNya. Jika demikian adanya, apalah makna cahaya yang membias pada diri kita?

Do'a

Allah swt, bergegas menjawab para pendo’a, “Berdoalah padaKu, maka Aku Ijabah bagimu."
Ada yang salah atas doa-doa kita? Bunyi doa kita sudah bagus, munajat kita sangat indah, namun barangkali hati kita tidak beradab ketika berdoa.
Rupanya, doa kita tak lebih dari memaksa Allah untuk menuruti selera kita. Doa kita tak lebih dari mengatur takdir Allah atas kehidupan dunia akhirat kita. Doa kita lebih banyak memanfaatkan suasana terjepit belaka, untuk merajuk padaNya, bahkan tak lebih dari protes kita padaNya.

Semoga doa-doa seperti itu telah menjadi masa lalu kita. Sedangkan doa di masa depan kita adalah doa sebagai wujud kehambaan kita yang sangat butuh, sangat lemah, sangat hina dan tak berdaya.
“Janganlah rasa sukamu atas doamu adalah ketika ditunaikan hajatmu, bukan karena engkau ditakdirkan bisa munajat kepadaNya...” demikian kata Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily.

Semoga itu, masa depan doa kita. Karena doa lebih utama dibanding terkabulnya doa. Karena dalam doa ada munajat komunikatif dan interaktif dengan Allah swt.