Anggapan dan perasaan yang demikian dapat membawa seseorang pada kesesatan dan tindakan durhaka yang paling tidak beradab karena tanpa disadari ia telah memposisikan diri sebagai Tuhan (yang menentukan) dan sebaliknya Tuhan menjadi hambanya yang harus mengikuti dan mewujudkan semua kemauannya. Karenanya hampir dipastikan orang yang salah memahami taqdir jiwanya kacau dan ia bakal menerima “kutukan” yang paling ekstrem yakni hilangnya makna dan orientasi hidup. Perkenalan Muhammad Ali Mansur pada Dunia sufi makin membulatkan tekadnya untuk pasrah pada suratan Taqdir. Kepasrahannya pada taqdir membuatnya tenang dalam sabar, relaks dalam tawakkal, sarat motivasi ilahiah dalam berikhtiar. Bekerja dalam pandangan Ali kini merupakan aktualisasi taqdir. Definisi sukses dalam perbendaharaan kamus hidupnya selalu dikaitkan dengan dan bersama Allah yang menghiasi sanubari hatinya. Ikhtiar tak lebih dari sekedar proses yang Allah gelar untuk manusia agar tak terpedaya oleh nafsu dalam menjemput rizki yang sudah Allah siapkan untuk hamba-Nya. Istiqamah adalah puncak karomah. Karena itu, baginya bekerja adalah kelengkapan hidup di dunia dan menjadi ibadah tersendiri jika dilakukan penuh dengan kepasrahan pada-Nya. Begitu indahnya hidup dalam guliran taqdir. ---(ooo)--- |
Saturday, 29 November 2008
Indahnya Guliran Takdir
Labels:
Tasawuf/Sufi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment